SEJARAH MBAH RADEN
RAHWONO : BUYUT SYURGI
Anwar A .
Untuk
menyingkap sejarah siapa sebenarnya Mbah Raden Rahwono atau Mbah Syurgi yang
menjadi pelaku Babat Alas desa Banjarsari Kec. Manyar Kab.Gresik. Maka kami perlu
mengumpulkan data dari berbagai sumber.
Selama ini
masyarakat hanya mendengan cerita dari lisan ke lisan, karena tidak ditemukan
PAKEM atau catatan tertulis. Oleh karena itu dari cerita beberapa nara sumber kami
peroleh 3 versi tentang Asal-Usul Mbah Raden Rahwono atau Buyut Surgi:
Ø Versi
pertama : Bahwa Raden Rahwono Buyut Surgi adalah berasal dari KULON ( Jawa
Barat ) yang masih ada hubungan kekerabatan dengan Pangeran Panjulu.
Ø Versi
kedua: Bahwa Raden Rahwono Buyut Surgi adalah panglima perang kerajaan Mataran
Islam.(
KH. Zainul Arifin )
Ø Versi
ketiga: Bahwa Raden Rahwono Buyut Surgi adalah seorang panglima perang dari
Kerajaan Banjarmasin ( Kalimantan ).( KH. Ustman Al-Ishaqi - KH.ALI Erfan – Ust.farid Murtaji Erfan )
Dari beberapa versi yang kami beroleh, maka versi
ketiga-lah yang paling kuat dan disepakati.
Dari sinilah kami mencoba merangkumnya sebagai bahan
analisa dan kekayaan sejarah bagi generasi muda khususnya warga Desa Banjarsari
Manyar Gresik.
Berkut ini ceritanya ….. :
1.
Mengadu
Kesaktian
Diceritakan
bahwa : Konon di tanah seberang (Sekarang Kalimantan) tersebutlah seorang Panglima
Perang kerajaan Banjar yang gagah perkasa. Telah banyak pengalaman perang yang dialami
dan berhasil sukses dalam rangka
mmperluas kerajaannya.
Suatu
ketika ia mendengar bahwa di Tanah Jawa Dwipa ( P.Jawa )
ada seorang yang sakti mandra guna, yang dikenal dengan nama Prabu
Satmata/Raden Paku/Sunan Giri yang tinggal di bukit Giri. Kesaktiannya
terkenal kemana-mana. Banyak tokoh sakti yang takluk kepadnya.
Setelah
mendengar berita tersebut, hatinya menjadi panas. Jiwanya amarahnya
berkobar-kobar. Maka ia bermaksud datang ke tanah Jawa dengan satu tujuan yaitu
ingin mengadu kesaktian dengannya.
2.
Berlayar
Menuju Tanah Jawa
Ketika
persiapan dan perbekalan sudah cukup, berangkatlah Panglima Kerajaan Banjar
beserta beberapa prajurit dengan kapal perangnya mereka menyeberangi Laut Jawa. Mereka bergerak menuju
P.Jawa dengan semangat kemarahan yang bergejolak.
Para
nahkoda dan awak kapalnya diperintahkan untuk mengendalikan kemudi dengan cepat
agar sampai di tempat tujuan. Kapalpun melaju menyibak riak gelombang dan ombak
yang bergulung menyeberang lautan lepas. Namun sesampai di tengah laut kapal
yang ditumpangi hanya berputar-putar ditempatnya. Kapal yang gagak itu tidak
mampu mendekat ke pesisir P.jawa. Bahkan Sang nahkoda dan anak buah kapal telah
berjuang mati-matian untuk mengarahkan kapal ke tanah jawa, tetapi tidak
membawa hasil. Berhari-hari kapal itu terombang-ambing di tengah laut, hingga para
prajurit kehabisan bahan makanan .
Peristiwa
aneh yang dialami, membuat Panglima Banjar sadar, bahwa kejadian tersebut adalah bukti
kesaktian Sunan Giri/Prabu Satmata. Ilmu
kesaktian yang dimiliki tidak ada apa-apanya dibanding ilmu Prabu Satmata/Raden Paku/Sunan Giri. Hal
ini terbukti :
-
kapalnya tidak bisa sampai di Tanah Jawa
-
Pangeran Banjar tidak bisa berbuat apa-apa ( Takluk
sebelum bertanding )
Akhirnya ia merubah niatnya dengan berkata,”
Tujuan saya semula datang ke
tanah Jawa ingin mengadu kesaktian dengan Prabu Satmata. Tetapi belum bertemu
dengan orangnya saja, saya sudah kalah. Apalagi kalau jadi adu kesaktian. Saya
Mengaku kalah. Sekarang saya datang berniat BERGURU kepadanya.”
Tidak lama kemudian, tiba-tiba muncullah puluhan KEPITING besar mengelilingi kapal. Para
prajurit sempat ketakutan dan hawatir jangan-jangan kepiting itu akan
mengoyak-ngoyak kapal dan menenggelamkannya. Namun ternyata dugaan mereka
salah. Justru kepiting-kepiting ajaib itu mendorong kapal bergerak menuju ke
pesisir tanah Jawa. Maka bergembiralah mereka dan sampai di Tanah Jawa dengan
selamat berkat pertolongan kepiting.
3.
Berguru
kepada Sunan Giri
Setibanya di pedepokan Giri, Pangeran Banjar beserta
para perajuritnya dibuat heran. Kedatangan mereka disambut oleh orang berjubah
putih yang wajahnya memancarkan cahaya kebenaran dan kedamaian. Sunan Giri
tersenyum ramah. Sebaliknya, P.Banjar tunduk dan tersipu malu. Selain itu Sunan
Giri telah menyiapkan segalanya dengan baik dan sempurna, dari jamuan makan dan
tempat istirahat. Maka P.Banjar semakin yakin bahwa Sunan Giri adalah orang
yang sakti mandra guna, weruh sakdurunge winarah ( sudah
tahu sebelum terjadi ).
Sejak itulah P.Banjar dan
para prajuritnya resmi menjadi santri dari Sunan Giri.
( Tidak diketahui
dengan jelas berapa lama merka berguru.)
Pada suatu hari Pangeran Banjar dipanggil oleh Sunan Giri:
S. Giri :” Sudah bertahun-tahun kamu berlajar disini, maka
kini saatnya kamu turun gunung mengamalkan ilmumu.”
P.Banjar :” Sendiko dawuh,Kanjeng Sunan.”
S.Giri :” Berangkatlah dan menetaplah di desa
Banjarsari.ajaklah beberapa orang santri yang akan membantu berdakwah”
P.Banjar :” Dimanakah desa Banjarsari itu,Kanjeng Sunan.”
S. Giri :” Berjalanlah kearah barat.”
P.Banjar :” Injih, nyuwon pangestu.”
Barangkatlah Pangeran Banjar menuju desa Banjarsari( Cerme ).
Kemudian beliau tinggal dan menetap di sana untuk berdakwah dalam waktu beberpa
lama.
Pada suatu hari, timbullah keraguan P.Banjar. Benarkah desa
ini yang dimaksud Kanjeng Sunan Giri. Maka untuk mencari jawaban itu,
kembalilah beliau menghadap Sunan Giri.
P. Banjar :” Guru, benarkah desa yang kami tempati itu sesuai dengan
maksud Guru ?”
S.Giri :” Bukan. Desa yang saya maksud adalah Desa Banjarsari
yang berbatasan dengan desa SUCI.”
P. Banjar :” Mafkan kami,Guru.”
S.Giri :” Sudahlah, tidak apa-apa.”
Sekembalinya dari Sunan Giri ,beliau berangkat menuju Desa
Banjarsari ( Manyar), dan tepat di perbatasan desa Suci, beliau tinggal dan
menetap disana untuk berdakwah sampai akhir hayatnya.
Semoga Alloh menganugerahkan Rahmat dan AmpunanNya, dan menempatkannya
diu Syurga. Amin
( Demikian sejarah singkat
MBAH RADEN RAWONO yang mampu saya persembahkan untuk masyarakat
Banjarsari. Kritik dan saran dari para
pembaca kami butuhkan demi perbaikan sejarah ini …..Wassalam )
BUKTI KEBENARAN SEJARAH
Ø Ketika ada
acara Khol Manaqib yang dihadiri oleh KH.Ustman AlIshaqi, beliau bertanya
kepada panitia;
KH.
Ustman :” Iki deso opo ( ini desa apa )
?”
Panitia :” Niki deso Banjarsari,Yai.”
KH.Ustman :” Dudu Banjarmasin ta?”
Panitia :” Sanes,Yai. Niki Banjarsari.”
KH.Ustman :” Ora, iki Banjarmasin.” (
Sumber: Ust.Nasihin)
Ø Sebagai
ungkap terima kasih. Orang – orang tua Banjarsari dulu dilarang makan Kepiting.
Ø Nama
Banjarsari adalah pemberian dari Sunan Giri mengambil dari nama Panglima perang
kerajaan Banjar ( Banjarmasin), sebagai pelaku dakwah disana.
Ø Kesalahan
tempat yang dituju oleh P.Banjar, menjadi sebab musabab orang salah alamat.
Kalau kita bilang desa Banjarsari, tentu orang mengira Banjarsari Cerme.
Lokasi
Makam
Ø Letak makam
Mbah Raden rahwono berada tepat di perbatasan desa Banjarsari dan Suci. Dan
disekitarnya terdapat puluhan atau mungkin ratusan makam. Semasa saya masih
kecil, makam-makam itu masih Nampak jelas. Namun sekarang sudah banyak batu
nisan yang hilang. Hanya tinggal beberapa saja yang masih tersisa.
Ø Di tengah
makam terdapat pohon asam yang besar dan diperkirakan sudah berumur ratusan
tahun.
Ø Makam Mbah
Raden sekarang sudah berubah dari yang dulu. Dulu hanya berupa batu gunung yang
tersusun rapi. Tapi sekarang sudah ditutup dengan kramik dengan warna
kehijau-hijauan dan berpagar stenlis.
Ø Sebelum
turun menuju makam Mbah Raden, di sebelah selatan agak ke barat terdapat makam
yang dianggap oleh masyarakat berbeda. Sehingga dirawatnya dengan baik. (
mungkin ini pengawalnya atau asisten atau ………).
Wassalam
Bgitu toh ceritanya pakwar? Dg adanya artikel ini, bisa buat sumber cerita anak cucu qt. 👍
BalasHapusSaya sangat apresiasi terhadap catatan sejarah yg dulu hanya bisa kita temukan melalui kata" sesepuh atau kearifan lokal saja tetapi sekarang mungkin dg ini generasi muda tau akan sejarahnya
BalasHapusSiip👍
BalasHapusAlhamdulillah ada.sejarah yang bisa kami pakai sebagai pegangan, karena walaupun ada nasab dg beliau, tapi kami sama sekali buta tentang beliau.Allahummaghfirlahum warhamhum wa afii wa fu anhum..aamin
BalasHapusKami sampaikan terimakasih yang sebanyak banyaknya pada penulis,Jazakumullah khoiron katsiiro .